Cerita

Skema TAKE: Mendukung Peta Jalan Kakao Lestari di Luwu Utara

Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Luwu Utara kini tengah mengggodok sebuah regulasi dalam rangka untuk mendukung Peta Jalan Kakao Lestari, berupa Peraturan Bupati (Perbup) tentang Peta Jalan Kakao Lestari.

Pembahasan dilakukan dalam sebuah forum diskusi Rancangan Peraturan Bupati Roadmap Kakao Lestari dan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Sinergi Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) terhadap Implementasi Peta Jalan Kakao Lestari, menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan keberlanjutan. Dengan melibatkan narasumber dari berbagai pihak terkait, Skema TAKE ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada pemerintah desa yang berhasil dalam pengelolaan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Luwu Utara yang diwakili oleh Kepala Bidang (Kabid) Ekonomi, Sumber Daya Alam dan Infrastruktur, Ovan Patuang Putra, memaparkan bahwa skema Insentif Fiskal Berbasis Ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT) yang akan diterapkan bertujuan untuk mendukung program pemerintah yang langsung berhubungan dengan masyarakat.

Skema insentif fiskal berbasis ekologi itu adalah Transfer Anggaran Nasional berbasis Ekologi (TANE), Transfer Anggaran Provinsi berbasis Ekologi (TAPE), Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE), dan Alokasi Anggaran Kelurahan berbasis Ekologi (ALAKE).

“Insentif fiskal berbasis ekologi ini adalah model pengalokasian belanja transfer dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah tingkat lebih rendah yang bertujuan untuk mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” jelas Ovan.

Ia menjelaskan bahwa transfer fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dilakukan berdasarkan kewenangan dan kinerja dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan. Skema insentif fiskal berbasis ekologi yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten yaitu skema Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi. Skema ini dilakukan melalui  kebijakan alokasi belanja transfer berbasis ekologi dari pemerintah daerah ke desa (TAKE) yang dilakukan melalui kebijakan alokasi Dana Alokasi Desa (ADD) dengan mempertimbangkan persentase minimal 10% dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima kabupaten pada tahun anggaran berjalan.

“Pengalokasian ADD ini berdasarkan kebutuhan penghasilan tetap yang diberikan kepada kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya. Adapun Alokasi Kinerja Desa (AKD) melalui skema TAKE dengan Indikator Desa Membangun (IDM) bobotnya 60% dan desa berkelanjutan bobotnya 40%. Dasar hukumnya jelas, yakni Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengalokasian, Perhitungan, Penyaluran dan Penggunaan ADD, Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Bagian Pemerintah Desa,” jelas putera mendiang FP. Patuang ini.

Skema TAKE ini tentunya sangat mendorong peningkatan kerja dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan desa dalam pengelolaan lingkungan hidup serta pembangunan berkelanjutan yang memang menjadi kewenangan pemerintah desa.

”Kita mulai terapkan Skema TAKE pada tahun 2023 di 30 desa senilai Rp1.618.938.000, dengan mereformulasi pengalokasian ADD dengan menambahkan AKD dengan indikator IDM, SDG’s Desa dan tetap dilanjutkan pada 2024 untuk 30 desa senilai Rp1.623.862.000. Dan ada lima strategi pemda dalam mendukung roadmap kakao lestari, yaitu alokasi dan tata guna lahan berkelanjutan, peningkatan akses petani kakao terhadap modal penghidupan, peningkatan produktivitas dan diversifikasi produk kakao, perbaikan rantai pasok berkelanjutan, serta insentif jasa ekosistem dari kakao berkelanjutan.,” urai Ovan.

“Mewujudkan roadmap kakao lestari di kabupaten Luwu Utara tentunya membutuhkan sinergi dan kolaborasi multipihak yang telah termuat dalam dokumen roadmap pembagian peran para pihak sesuai dengan kewenangan masing-masing,” imbuh dia.

Dalam membangun kerangka insentif untuk pengelolaan kakao berkelanjutan terdapat lima intervensi yang akan dilakukan antara lain kompensasi imbal jasa lingkungan hidup (KIJLH) antar daerah berupa TAKE untuk peningkatan fungsi DAS, keanekaragaman hayati dan stok karbon; pembayaran jasa lingkungan hidup; label ramah lingkungan hidup; dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; serta sinergi dan kolaborasi pentahelix.

Skema TAKE yang sudah diterapkan di Kabupaten Luwu Utara sangat berpotensi untuk disinergikan dengan upaya pengelolaan kakao berkelanjutan. Skema ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan insentif bagi desa atau kelompok tani yang memiliki kinerja baik dalam pengelolaan komoditas unggulan desanya, termasuk kakao.

“Peran serta para pemangku kepentingan merupakan kunci sukses Pembangunan terutama di Luwu Utara, dengan memulai dari desa untuk mewujudkan visi Indonesia maju menuju Indonesia emas pada tahun 2045,” tutup Ovan Patuang Putra.

Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu 28 Februari 2024, yang dihadiri oleh seluruh stakeholder terkait, di antaranya Perangkat Daerah terkait, pemerintah desa, akademisi, dan media. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama Pemda Lutra dengan ICRAF, Rainforest Alliance dan MARS melalui program SFITAL.

Oleh: Lukman Hamarong, Pranata Humas Diskominfo, Luwu Utara; Tikah Atikah dan Ni Putu Sekar Trisnaning Laksemi

Share :

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin