“Lebih bagus lagi kalau seperti PKH, Program Keluarga Harapan. Kita bisa nabung. Saya punya anak sekolah. Sewaktu-waktu perlu uang. Saya bisa ambil tabungan,” kata Marlina menjawab pertanyaan fasilitator diskusi. Peserta lain menyatakan setuju. Ada juga yang menyatakan harapan bila kelompok petani gula aren sudah terbentuk, akan mudah mendapat pinjaman modal kerja.
Marlina, 43 tahun, adalah petani yang juga pembuat gula aren dari Dusun Tumandi, Desa Tulak Tallu, Kecamatan Sabbang, Luwu Utara. Tanggal 24 Oktober 2022, bersama 10 petani perempuan dan 20 petani pria, Marlina mengikuti diskusi kelompok terfokus (FGD) yang diselenggarakan oleh SFITAL – penelitian aksi yang dilaksanakan di Luwu Utara oleh ICRAF-Indonesia bersama Rainforest Alliance dan Mars Incorporated.
Selain tentang perlu tidaknya pembentukan kelembagaan petani gula aren, hal-hal lain yang didiskusikan berfokus pada pendapat petani yang disurvei dalam pengumpulan data sebelumnya terkait kelebihan, kekurangan, peluang, dan tantangan dalam usaha gula aren.
“SFITAL bermaksud mengecek ulang data yang sudah ada. Selain sudah berlalu sekitar satu tahun, pengumpulan data terdahulu juga dilakukan pada masa pandemi COVID sehingga barangkali ada kekurangan atau ketidakakuratan data yang dalam FGD ini akan bisa kita lihat,” jelas M. Subkhi Hestiawan, Rainforest Alliance, penyelenggara sekaligus fasilitator diskusi.
FGD yang dilaksanakan di Balai Desa Tulak Tallu tersebut dibuka oleh Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM (DP2KUKM) Kabupaten Luwu Utara yang diwakili oleh Hasruddin Kujje, Sekretaris DP2KUKM.
“Kualitas gula aren masih belum standar. Perlu peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. Belum adanya wadah petani gula aren cenderung menyebabkan terjadinya persaingan harga. Perlu dipikirkan juga peningkatan nilai tambah dengan diversifikasi produk gula aren menjadi gula semut atau minuman aren,” kata Hasruddin Kujje.
Dalam sambutannya, Andi Baso Mukhtar, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Rongkong – Luwu Utara, menyatakan bahwa usaha gula aren sudah beberapa kali mendapatkan pendampingan, tetapi belum berhasil seperti yang diharapkan.
“Gula aren dari Luwu Utara berpotensi memenuhi kebutuhan seluruh Sulawesi Selatan bila sudah berhasil dikembangkan dengan baik,” kata Andi Baso Mukhtar yang lulus dari Institut Pertanian Bogor dengan penelitian tentang etnobotani aren.
Topik tentang penanaman dan pemeliharaan pohon aren, teknik pemrosesan nira menjadi gula aren, serta cara pengemasan dan pemasaran produk banyak mengundang pendapat peserta diskusi yang berlangsung hingga lewat tengah hari.
Sahaliah, 43 tahun, peserta FGD dari Dinas DP2KUKM, bercerita bahwa orang tua dan adiknya sampai saat ini masih berdagang gula aren. Sahaliah bantu di pemasaran. Produk dikirim ke Makassar dan Palopo.
“Kebutuhan masih sangat tinggi sementara pasokan kurang. Adanya wadah atau kelompok petani gula aren, misalnya dalam bentuk forum atau koperasi, akan mempermudah komunikasi.”
Endri Martini, ahli agorofroestri dari World Agroforesty – ICRAF Indonesia, penanggungjawab FGD mengatakan bahwa lebih dari 75% informasi yang dikumpulkan melalui pengambilan data tahun lalu sudah terkonfirmasi lewat proses FGD dengan petani dan pedagang aren yang dibagi menjadi dua kelompok diskusi hari ini.
“Masih perlu studi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi mengenai fluktuasi produksi dan harga gula aren beserta estimasi potensi keuntungan ekonominya dalam beberapa skala bisnis. Selain itu, ada beberapa tambahan informasi yang tidak muncul dalam pengumpulan data tahun lalu seperti kesepemahaman bentuk, ukuran dan warna gula aren untuk berbagai tingkatan pasar seperti gula aren tempurung untuk penjualan partai besar dan gula aren gasing untuk penjualan eceran langsung ke konsumen,” jelas Endri Martini yang meneliti gula aren di Tomohon di Sulawesi Utara dan Batangtoru di Sumatera Utara pada tahun 2010 untuk menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di Universitas Hawaii, Amerika Serikat.
Dalam disain program SFITAL di Luwu Utara, informasi-informasi yang dikumpulkan melalui pengambilan data tahap awal lalu dikonfirmasi dalam FGD seperti yang dilakukan di Balai Desa Tulak Tallu ini akan dimanfaatkan untuk merancang bentuk-bentuk kegiatan perbaikan yang tepat bersama pihak-pihak lain yang memiliki keahlian menyangkut budi daya pohon aren, pemrosesan nira, dan penjualan gula aren sehingga nantinya akan dapat mendatangkan manfaat, khususnya bagi petani gula aren di lahan agroforestri kakao.
Oleh: Aunul Fauzi dan Endri Martini