“Petani kelapa sawit dengan luas lahan kurang dari empat hektar di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, ternyata memiliki lebih banyak sumber pendapatan. Ini wajar karena hasil sawit saja tidak cukup,” kata Dikdik Permadi, peneliti dari ICRAF Indonesia.
“Mereka membuat lidi dari daun sawit, bertanam kakao atau sayuran di bawah tegakan sawit, beternak sapi, bahkan menjadi buruh di perusahaan sawit. Fenomena ini tidak ditemukan di kalangan petani yang memiliki lahan di atas empat hektar yang umumnya masih bisa mengandalkan hasil sawit saja.”
Dikdik Permadi memaparkan strategi penghidupan petani tersebut di hadapan rombongan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara yang dipimpin Wakil Bupati, H. Samsul Tanjung, S.T., M.H., yang berkunjung ke ICRAF Indonesia di Bogor, 7 November 2022, sebagai tindak lanjut penandatanganan Nota Kesepahaman dengan ICRAF Indonesia tentang program SFITAL.
SFITAL adalah penelitian aksi yang dilaksanakan oleh ICRAF Indonesia dan mitra sampai tahun 2025 di Labuhanbatu Utara, kabupaten penghasil sawit terbanyak di Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak 63% masyarakat di sana mengandalkan sawit sebagai pendapatan utama. Sebagian besar kebun sawit dimiliki dan dikelola masyarakat.
Dalam pidato sambutannya, Direktur ICRAF Indonesia, Dr Sonya Dewi, mengatakan sangat terkesan dengan semangat yang ditunjukkan oleh pemerintah kabupaten.
“Kita tahu, bahwa Nota Kesepahaman dengan Labuhanbatu Utara baru saja ditandatangani. Tanggal 11 Oktober lalu. Belum sampai sebulan. Tetapi kita patut berbangga, sudah banyak kemajuan yang dicapai oleh SFITAL,” kata Dr Sonya Dewi yang berharap kunjungan tersebut dapat dimanfaatkan semua pihak untuk berbagi informasi kemajuan program, dinamika dan perubahan yang terjadi, juga rencana selanjutnya.
Dr Betha Lusiana, Koordinator SFITAL, menjelaskan bahwa pelaksanaan program di Labuhanbatu Utara seharusnya dimulai dua tahun lalu. “Banyak kegiatan yang tertunda karena pandemi COVID. Tetapi alhamdulillah kita sudah sempat melakukan beberapa studi awal yang akan dijadikan pijakan program.”
“Survei kondisi rumah tangga petani sawit sudah hampir selesai walau masih perlu beberapa diskusi terfokus untuk menambah data dan memastikan akurasi temuan. Selain itu, proses pemetaan untuk pembuatan tipologi tutupan lahan berdasarkan jumlah produksi sawit dan potensi jasa lingkungan juga sudah diselesaikan,” jelas Dr Betha Lusiana.
Salah satu agenda penting SFITAL adalah mendukung Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara dalam menyusun Rencana Aksi Daerah Kelapa Sawit Berkelanjutan atau RAD KSB – mandat yang diberikan pada tahun 2019 oleh pemerintah pusat. Di Sumatera Utara, ada lima kabupaten lain yang mendapat mandat serupa.
Melalui Instruksi Presiden No. 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, Pemerintah Indonesia berharap dapat memperkuat peran semua pemangku kepentingan dalam mengembangkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas andalan berkelanjutan.
“Kita akan berupaya memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada. RAD KSB ini setidaknya dapat dibuat untuk jangka waktu lima tahun ke depan agar kebijakan ini dapat memberi dampak kepada petani sawit kita,” kata Wakil Bupati yang juga menyadari bahwa INPRES No. 6/2019 akan berakhir di tahun 2024. “Bagaimana setelah 2024 nanti tidak perlu menghalangi upaya kita menyusun RAD KSB ini dengan sebaik-baiknya.”
Menurut Feri Johana, ahli pengembangan kebijakan dari ICRAF Indonesia, RAD KSB ditargetkan selesai dalam enam bulan. “Harapannya pada awal tahun 2023 kita sudah memiliki dokumen yang akan menjadi acuan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan komoditas sawit berkelanjutan di Labuhanbatu Utara.”
Kepala Dinas Pertanian, drh. Sudarija, yang ikut dalam kunjungan secara khusus menyampaikan pandangannya terhadap RAD KSB.
“Hambatan dalam proses penyusunan tentu ada menyangkut waktu dan sumber daya. Untuk itulah kita melibatkan banyak pihak. Fasilitasi SFITAL sangat diperlukan. RAD KSB tersebut nantinya akan menjadi titik tolak dalam perbaikan tata kelola sawit di Labuhanbatu Utara. Dalam pelaksanaannya nanti, diperlukan monitoring dan evaluasi yang baik. Kami berharap, dukungan ICRAF Indonesia lewat program SFITAL akan tetap dapat diberikan.”
Dalam sambutan penutupan acara kunjungan, Dr Betha Lusiana berharap kiprah SFITAL dapat berjalan sesuai harapan. “Semoga strategi SFITAL dalam bekerja langsung di tingkat tapak bersama petani dan masyarakat, serta di level kebijakan bersama para pembuat kebijakan, dapat memberi sumbangsih berarti bagi pengembangan sawit berkelanjutan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.