Cerita

Masyarakat Sejahtera, Hutan Terjaga. Solusi Agroforestri Budi Daya Lebah Madu di Luwu Utara

Bila ingin beternak lebah madu, yang sering dilakukan calon peternak adalah masuk hutan untuk mengambil dahan atau batang pohon yang ada koloni lebahnya. Koloni lalu dimasukkan dalam kotak-kotak lebah yang sudah disiapkan. Bila berhasil, lebah berkembang dan menghasilkan madu yang bisa dipanen dan dijual. Koloni lebah yang sudah ‘jadi’ pun bisa diuangkan. Banyak yang berminat membeli.

Begitulah salah satu cara ‘budi daya’ lebah yang dilakukan peternak lebah di daerah yang masih banyak hutannya, seperti Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Tetapi bagaimana masa depan hutan bila cara ini diteruskan?

Kamal, 34 tahun, peternak lebah dari Desa Baloli, Kecamatan Masamba, mengemukakan kekhawatirannya.

“Cara seperti itu bisa bikin hutan lama-lama habis. Bagaimana tidak. Menebang satu pohon, walaupun pohon itu sudah tua atau mau mati, bisa membuat empat atau lima pohon lain ikut roboh. Bagaimana kalau makin banyak yang menebang seperti itu? Hutan bisa rusak!”

Lelaki muda yang mulai beternak lebah madu di awal pandemi COVID tahun 2020 itu mengemukakan pendapat dalam acara diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion atau FGD) untuk membangun kesepahaman antara peternak lebah dan pedagang madu yang digelar SFITAL tanggal 25 Oktober 2022 di Masamba, Luwu Utara.

SFITAL – penelitian aksi yang dilaksanakan oleh ICRAF-Indonesia bersama Rainforest Alliance dan Mars Incorporated mendorong petani untuk beternak lebah di lahan kakao yang dikelola dengan sistem agroforestri. Luwu Utara dikenal sebagai kabupaten penghasil kakao terbesar di Sulawesi Selatan. Semua lahan kakao adalah kebun milik rakyat.

“Ada banyak keuntungan beternak lebah di lahan agroforestri kakao. Lebah merupakan agen penyerbuk. Kakao tidak akan berbuah tanpa penyerbukan. Banyak lebah, banyak penyerbukan, banyak buah kakao. Dari sisi ekonomi, usaha ternak lebah dapat menambah penghasilan petani dari penjualan produk perlebahan seperti madu, propolis, bahkan koloni lebah,” jelas Endri Martini, ahli agroforestri dari World Agroforestry (ICRAF Indonesia).

“Ternak lebah madu di lahan agroforestri kakao memotivasi petani kakao untuk menanam lebih banyak pohon, terutama yang berbunga dan bergetah untuk pakan lebah sekaligus sebagai penaung kakao. Dengan adanya lebah, petani kakao juga tidak akan sembarangan menggunakan bahan-bahan kimia dalam penanggulangan hama dan penyakit karena bisa membunuh lebah. Sistem agroforestri kakao juga bermanfaat dalam menjaga ekosistem dengan dianjurkannya penambahan pohon penaung, pengenalan jarak tanam horizontal maupun vertikal, serta pembuatan rorak untuk menahan erosi sekaligus sebagai tempat pembuatan kompos.”

Saat membuka FGD, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM (DP2KUKM) Kabupaten Luwu Utara, Muhammad Kasrum, mengatakan pihaknya memiliki unit yang mengelola permasalahan kemasan produk yang dapat dimanfaatkan oleh peternak lebah yang ingin memasarkan madunya.

“Tentang keinginan untuk memasarkan di jaringan pengecer yang ada, memang ada persyaratan standar kualitas dan kemasan tertentu. Ini menjadi tantangan bagi para peternak,” kata Muhammad Kasrum yang juga gemar mengonsumsi madu untuk kesehatan.

“Saat ini, pengurusan sertifikat halal produk sudah gratis. Ini juga bisa dimanfaatkan oleh para pedagang madu.”

Menanggapi kekhawatiran Kamal tentang potensi kerusakan hutan dan kelangkaan lebah madu di alam akibat pengambilan koloni lebah, seorang peserta FGD, Paimin, petani dan peternak lebah dari Desa Radda – Kecamatan Baebunta, yang dikenal sebagai ahli perlebahan di Luwu Utara, menyarankan dibangunnya pusat penangkaran lebah (breeding centre) untuk menyediakan koloni-koloni lebah yang siap dipindah untuk diternakkan.

Dalam arahannya di hadapan peserta FGD, Andi Baso Mukhtar, Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Rongkong, menegaskan bahwa Luwu Utara memiliki potensi besar untuk produksi madu kelulut, khususnya dari jenis Biroi dan Incisa yang merupakan lebah asli daerah ini.

“Hanya saja, masih perlu peningkatan dari segi kualitas produk, pengemasan, dan rantai nilai pasar agar peternak lebah menjadi makmur. Bila masyarakat sejahtera, hutan juga akan terjaga.”

Untuk mendukung hal tersebut, dalam dua tahun ke depan, SFITAL akan memfasilitasi proses pengembangan lebah madu kelulut di agroforestri kakao Luwu Utara melalui kemitraan antara petani, pedagang, pemerintah dan pihak-pihak swasta dalam hal budi daya hingga pemasaran sehingga dapat memberi dampak positif secara ekonomi dan lingkungan.

Share :

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin