Seperti kita ketahui Indonesia adalah salah satu penghasil kakao terbesar di dunia. Karena letak Indonesia berada di wilayah iklim tropis, yang menjadikan Indonesia cukup ideal untuk tanaman kakao. Indonesia dengan potensi pasar dan komoditi kakao harus bisa memanfaatkan keunggulan dan mutu yang dimiliki untuk bisa berdaya saing di kancah pasar global.
Kebutuhan akan peningkatan mutu dan produktivitas telah berkontribusi pada persoalan lingkungan yang kompleks dan dampak negatif pada keanekaragaman hayati, begitu pula dengan transformasi praktik produksi pada produsen skala kecil. Permasalahan ini sangat terkait satu sama lain, sehingga diperlukan upaya pemecahan masalah baik dari sisi teknis, sosial dan ekonomi.
Sejalan dengan inisiasi dan dukungan Program Sistem Pertanian Berkelanjutan di Lanskap Tropis Asia atau Sustainable Farming System in Asian Tropical Landscapes (SFITAL) untuk mewujudkan pengelolaan kakao berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara, perlu kita lakukan bersama dengan para pihak dalam merumuskan konsep dan penyusunan rencana peta jalan kakao berkelanjutan di tingkat kabupaten.
Tentunya diperlukan adanya kesadaran, keinginan, dan komitmen yang kuat dari para pihak berdasarkan pada posisi dan perannya masing-masing, untuk dapat mendukung inisiatif dalam konteks pembangunan berbasis komoditas di Kabupaten Luwu Utara, serta memberikan dukungan dalam perencanaan bentang lahan menuju pertanian berkelanjutan dan rantai nilai kakao. Program pembangunan kakao yang saat ini dilaksanakan diberbagai dinas/institusi teknis terkait perlu dimasukkan ke dalam suatu rumusan unit perencanaan/intervensi melalui penyusunan peta jalan pengembangan kakao berkelanjutan, berdasarkan aspirasi para pihak di Kabupaten Luwu Utara.
Untuk itu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda) Luwu Utara beserta ICRAF Indonesia dan Rainforest Alliance mengadakan kegiatan Lokakarya Penyusunan Peta Jalan (Road Map) Kakao Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara, yang dilaksanakan selama dua hari, Tanggal 9-10 November 2021 di Luwu Utara.
Kegiatan ini merupakan lanjutan dari beberapa lokakarya yang lalu agar bisa menjadi momentum bagi para stakeholder kakao: NGO, CSO, petani dan asosiasi di Luwu Utara untuk menciptakan momentum kebersamaan dan mendorong inisiatif transformasi untuk petani dan komoditas kakao Luwu Utara untuk lebih dapat bernilai secara ekonomis, sosial dan tentunya meningkatkan kelestarian lingkungan.
Lokakarya ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dan arahan dari Bupati dan sektor terkait dalam penyusunan peta jalan dalam pengelolaan Kakao Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara. Membangun kesepakatan Prinsip dan Kriteria Pengembangan Kakao Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara. Mendapatkan masukan dalam pengembangan skenario terkait data alokasi ruang, perubahan penggunaan lahan dan simulasi dimasa yang akan datang, dan menyusun strategi utama dalam mewujudkan Kakao Berkelanjutan di Kabupaten Luwu Utara.
Dalam sambutannya, Kepala Bappelitbangda Luwu Utara, yang juga sebagai Ketua Pokja Kakao Berkelanjutan, Alauddin Sukri, mengatakan “Komoditi kakao di Luwu Utara sangat potensial dan kakao di sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak ekonomi. Lokakarya ini akan menjadi wadah untuk kita berdiskusi dan bersinergi Bersama untuk Kakao Lestari Rakyat Sejahtera berbasis kakao berkelanjutan dengan budidaya yang baik dan mampu beradaptasi dalam perubahan iklim. Perlunya Kerjasama secara pentahelikx yang baik dan kolaboratif. Apresiasi kepada seluruh pihak yang hadir bersama Dalam lokakarya hari ini, semoga bisa membawa berkah untuk kita semua”.
Dua paparan materi disampaikan oleh para peneliti ICRAF, M. Thoha Zulkarnain, yang membawakan materi mengenai “Analisa Spasial dan Skenario Pengembangan Kakao Kabupaten Luwu Utara”. Beliau menjelaskan, “Salah satu tujuan SFITAL adalah penyusunan peta jalan untuk menunjang pengembangan kakao Lestari berbasis pertumbuhan hijau di Kabupaten Luwu Utara. Dalam penyusunannya perlu diketahui kondisi dinamika kakao saat ini dan prediksinya di masa yang akan datang berdasarkan skenario Bisnis Seperti Biasa (BAU) serta dampaknya terhadap emisi gas Rumah kaca.”
Thoha juga merinci bahwa Pertumbuhan Ekonomi Hijau merupakan rencana strategis yang menjabarkan tujuan atau keluaran yang diinginkan melalui langkah-langkah dan tahapan yang dilalui menuju kakao lestari. PEH ini juga merupakan alat komunikasi yang strategis untuk tercapainya dan terintegrasinya berbagai pemikiran dan Kepentingan; dan sebagai acuan terukur bagi para pihak Dalam mengambil Langkah dan peran Dalam mengelola kakao lestari di Kabupaten Luwu Utara.
“Dalam penyusunannya dilakukan dengan tiga prinsip penyusunan Rencana, Inklusif, Integratif, Informed, dimana pelibatan para Pemangku Kepentingan dalam mendiskusikan aspirasi dan rencana disetujui bersama. Dikarenakan peta jalan ini nantinya akan digunakan dan dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder yang berada di Lutra. Pendekatan yang kita lakukan adalah secara bentang lahan agar dapat dipahami interaksi antar manusia dari seluruh sector-sektor penghidupan yang ada, tercapainya tujuan pembangunan dan meningkatkan kualitas lingkungan.” Jelas Thoha Zulkarnain.
Selanjutnya materi mengenai “Rekomendasi Prinsip dan Kriteria Pengembangan Kakao Berkelanjutan”, dipaparkan oleh Tania Benita. Dalam paparannya, Tania menjelaskan “Dalam merumuskan rencana peta jalan kakao berkelanjutan, SFITAL melalui beberapa kegiatan lokakarya sebelumnya, telah mengumpulkan isu-isu yang disampaikan oleh pemangku kepentingan di Luwu Utara. Proses penyusunan juga didukung berbagai sumber dan diskusi dengan para ahli di tingkat nasional. Prinsip, kriteria, indikator inilah nanti akan kita diskusikan bersama, sehingga pada saat selesai lokakarya nanti, kita sudah mempunyai kesepakatan untuk pengembangan kakao lestari“.
Tania pun memaparkan beberapa rekomendasi mengenai prinsip, kriteria, dan indikator kakao lestari, terbagi menjadi beberapa aspek. Prinsip yang direkomendasikan termasuk pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan petani kakao, inklusivitas sosial, kesetaraan gender, kebijakan, dan sistem usaha tani. Juga mengenai rantai pasok kakao dan aspek penting lainnya yaitu kelestarian lingkungan dan tanggap terhadap perubahan iklim, tentunya melalui perlindungan hutan dan vegetasi serta pengurangan tingkat emisi karbon.
“Akses petani kakao terhadap modal penghidupan misalnya penting untuk dapat menjamin kesejahteraan petani kakao. Sedangkan untuk rantai nilai pasok kakao, akan dibangun platform yang dapat melacak rantai pasok kakao sehingga kita dapat memonitor rantai pasok agar efektif dan integratif.” Ujar Tania.
Dua paparan di hari pertama ini mengantarkan para peserta untuk berdiskusi lebih mendalam mengenai mengenai prinsip kriteria dan indikator kakao berkelanjutan di Luwu Utara, dengan mengundang beberapa narasumber yang hadir dan melibatkan seluruh peserta lokakarnya untuk memberikan tanggapan, pendapat, gagasan serta ide-ide terkait hal tersebut.
Hj. Indah Putri Indriani, S.IP., M.Si., Bupati Luwu Utara turut hadir dengan memberikan paparan kunci mengenai “Kebijakan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara Dalam Pembangunan Kakao Berkelanjutan Sebagai Sumber Ekonomi Daerah”. Dalam penjelasannya, Ibu Bupati mengatakan “Kami mengucapkan terima kasih telah berkolaborasi dalam berdiskusi bersama. Upaya yang dilakukan ini merupakan usaha berbagai pihak untuk mengembalikan kejayaan kakao di Luwu Utara. Butuh Prinsip, Kriteria, dan Indicator (PCI), pembagian peran, dan tujuan dari semua pihak terkait untuk terwujudnya “Kakao Lestari Rakyat Sejahtera” di Lutra. Atas nama pemda mengucapkan terima kasih pada berbagai pihak dalam pembangunan di berbagai sektor dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Hal ini tidak mudah diwujudkan jika kolaborasi berbagai pihak tidak dilakukan. Pemda Lutra berkomitmen menjadi pemerintah yang kolabratif, termasuk dalam penyusunan peta jalan ini.”
Ibu Bupati juga menambahkan, Lutra merupakan sentra kakao di Indonesia. Berharap kontribusinya tetap terjaga dengan kualitas terbaik. Kakao menjadi primadona dalam menopang pembangunan, namun beberapa waktu belakangan terus mengaami penurunan. Sejak 2018 hingga 2020 ada peningkatan produksi, walaupun masih jauh dari target maksimal yang dapat dicapai. Per ha bisa dapat 3-5 ton per ha, saat ini baru sampai 1,9 ton/ha. Dengan luas area tanaman kakao, yang juga sudah bertambah. Ditengah gempuran komoditas lain.
“Tantangan yang dihadapi adalah kondisi alam, tahun 2020 puncaknya adalah banjir bandang, cukup luas area kakao yang terdampak secara langsung apalagi yang berada di dekat aliran sungai. Perubahan iklim yang begitu nyata, dan salah satu upaya Upaya mitigasi pemda dengan pembangunan bangsal air (bangunan saluran air). Masalah lainnya adalah luasan kakao yang sudah tua dan tidak produktif, kalo memungkinkan ada fasilitasi dengan kementerian pertanian, dengan jaringan yang kita milki bergerak Bersama untuk menekan pemerintah agar lebih memperhatikan kakao. Semoga apa yang disusun bersama bisa kita kawal dan eksekusi bersama. Ini bisa menjadi pedoman bagi berbagai pihak dalam mensinergikan pengembangan kakao, menjadi acuan bagi pemda dalam menyusun strategi diberbagai sektor, meningkatkan minat berbagai pihak untuk mengembangkan kakao” Ungkap beliau.
Kehadiran beliau juga sekaligus untuk menyaksikan pembacaan Kesepakatan Berita Acara yang telah didiskusikan secara komprehensif dan bersama mengenai Prinsip, Kriteria dan Indikator Kakao Berkelanjutan di Luwu Utara. Penandatanganan simbolis dilaksanakan bersama para pihak terkait yang hadir.
Sebagai penutup, Bappelintangda Luwu Utara menyampaikan harapannya bahwa, kebijakan pemerintah daerah yaitu menjadikan kakao sebagai komoditas prioritas utama, terkait penganggaran akan berpihak pada petani kakao baik penyediaan sarana, produksi dan infrastruktur dari kantong-kantong produksi, membangun kebun induk kakao agar terbentuk desa mandiri benih, menjalin kemitraan dengan Lembaga pemberdayaan kakao dan petani terutama dalam pemberdayaan petani, melakukan peremajaan tanaman kakao dari tahun 2017 hingga sekarang. Program tersebut secara pribadi dan kelembagaan merasakan manfaatnya. Semoga pembinaan ini bisa dilakukan secara berkelanjutan. Kebijakan ini sudah dimuat diberbagai dokumen pemerintah daerah.
Tentang SFITAL
Program Sistem Pertanian Berkelanjutan di Lanskap Tropis Asia atau Sustainable Farming System in Asian Tropical Landscapes (SFITAL) adalah penelitian lima tahun yang didanai oleh International Fund for Agriculture and Development (IFAD) yang bertujuan untuk menghubungkan produser dkala kecil dengan rantai suplai global dengan prinsip keberlanjutan lingkungan, kelayakan ekonomi, dan bertanggung jawab secara sosial. World Agroforestry (ICRAF) bersama dengan MARS, Incorporated dan Rainforest Alliance-UTZ sebagai mitra kunci. SFITAL mulai beroperasi dari Juli 2020 sampai September 2025.
Tujuan utama dari SFITAL adalah mentransformasi produsen skala kecil menjadi wirausahawan pertanian sekaligus agen lingkungan yang menguntungkan melalui pengelolaan rantai pasok berkelanjutan di Asia. Sasaran SFITAL adalah mengolaborasikan usaha pemerintah, industri, NGO, dan pihak lain yang dibutuhkan untuk merancang dan mengimplementasikan bersama dengan produsen skala kecil. SFITAL menjalankan kegiatan di dua negara Asia Tenggara yaitu Indonesia dan Filipina. Lokasi fokus di Indonesia dijalankan di Aceh Tamiang, Provinsi Aceh (kelapa sawit) dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan (kakao).
Silahkan mengunjungi kanal komunikasi kami:
ICRAF Indonesia
Instagram dan Twitter: @icraf_indonesia
Youtube: World Agroforestry
Soundcloud: icrafindonesia