Cerita

Mengembalikan Kejayaan Kakao dan Petani Kakao, ini yang dilakukan SFITAL di Luwu Utara

Periode 1990-2000 dikenal sebagai era kejayaan kakao di Kabupaten Luwu Utara ditandai dengan panen yang mencapai angka satu ton per hektar. Tetapi pada tahun 2020, menurut Rainforest Alliance, (https://bit.ly/3TrfVHg) panen kakao di kabupaten ini berkisar di angka 750 kg per hektar, menurun sekitar 100 kg dari angka 847 kg pada tahun 2019. Seluruh kebun kakao di Luwu Utara merupakan kebun rakyat.

“Ada banyak faktor penyebab,” kata Endri Martini, ahli agroforestri dari World Agroforestry – ICRAF Indonesia, yang sejak 2020 melakukan penelitian dan memberikan pelatihan kepada petani kakao di Luwu Utara, kabupaten penghasil kakao terbesar Sulawesi Selatan.

“Di Luwu Utara, permasalahan yang kami temukan termasuk berkurangnya lahan kebun petani kakao karena serangan hama dan penyakit. Usia pohon juga sudah tua dan perlu peremajaan. Selain itu, aspek-aspek budi daya terkait penyediaan bibit, pupuk, perawatan, bahkan sampai pasca panen masih perlu perbaikan.”

Sebagai konstribusi dalam mengembalikan kejayaan kakao di Luwu Utara, ICRAF Indonesia bersama Rainforest Alliance dan Mars Incorporated melaksanakan program SFITAL, sebuah penelitian aksi untuk mendorong kebangkitan kakao secara komprehensif dan simultan, mulai dari tingkat kebijakan sampai ke tingkat tapak.

Sejak 2021, SFITAL bekerja erat dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara untuk mengembangkan peta jalan kakao berkelanjutan yang akan menjadi pedoman bagi pemerintah, kalangan swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, pers, dan petani dalam bekerja beriringan membangun kakao.

Dalam paparannya di hadapan peserta Seminar Nasional ‘Kakao Berkelanjutan’ di Makassar tanggal 19 Oktober 2022, Bupati Luwu Utara, Hj. Indah Putri Indriani, S.IP., M.Si., mengungkapkan komitmen pemerintah terkait peta jalan kakao berkelanjutan yang dimaksud.

“Peta jalan kakao tersebut akan segera kami tingkatkan menjadi peraturan daerah. Dengan cara ini semua strategi dan program, juga penganggaran untuk pelaksanaan, akan dapat dipastikan. Peraturan daerah ini bersifat mengikat sehingga apapun yang sudah direncanakan akan terus dilaksanakan dan mendapat dukungan. Harapannya akan memberi dampak positif, tak hanya bagi petani kakao, tetapi juga masyarakat lain yang terkait dengan pengusahaan kakao.”

Di tingkat petani, SFITAL mengenalkan apa yang disebut dengan praktik baik pengelolaan kebun kakao (Good Agriculture Practices) dengan penekanan pada sistem agroforestri atau wanatani.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa sistem agroforestri lebih mampu menjaga ketahanan kakao terhadap perubahan iklim dibandingkan dengan sistem monokultur. Juga terhadap guncangan harga. Bagusnya, sistem agroforestri kakao ini, dimana petani juga menanam aneka pohon dan buah seperti kelapa, durian, langsat, cengkeh, atau tanaman lain di sela-sela kakao, sebenarnya sudah lama dilakukan petani Luwu Utara. Yang diperlukan adalah memperbaikinya. Misalnya dengan mengenalkan jenis pohon pendamping kakao yang cocok. Juga teknik perawatan yang dapat diterapkan petani kakao Luwu Utara,” jelas Endri Martini.

Mulai 2022, SFITAL mengelola enam kebun kakao percontohan sebagai pusat belajar bagi semua pihak, khususnya petani kakao, terkait berbagai aspek budi daya kakao dengan sistem agroforestri. “Melalui SFITAL, ICRAF Indonesia bersama Rainforest Alliance dan Mars Incorporated sedang menyempurnakan kurikulum pelatihan agroforestri kakao. Kurikulum ini akan menjadi pedoman bagi penyuluh pertanian dalam membimbing petani. SFITAL juga akan bekerja sama dengan Balai Besar Penyuluh Pertanian (BBPP) Batangkaluku agar kurikulum ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia,” tambah Endri Martini.

Dr Sonya Dewi, Direktur ICRAF Indonesia, mengatakan bahwa apa yang dilakukan SFITAL di Luwu Utara merupakan gambaran misi ICRAF untuk menghasilkan pengetahuan berbasis sains tentang beragam manfaat pohon, menerapkannya di tingkat tapak bersama petani, dan mengarusutamakannya dalam kebijakan pemerintah dengan tujuan meningkatkan penghidupan petani dan kelestarian alam. 

“Kami bekerja langsung di tingkat tapak melalui pelatihan terkait agroforestri kakao, tetapi tidak lupa menyiapkan sistem atau strategi melalui peta jalan kakao berkelanjutan agar pengembangan kakao dapat dilakukan dari semua lini secara berbarengan oleh semua pihak.”

Selengkapnya dapat dilihat di sini:

Share :

Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin